Senin, 26 Juli 2010

Proses penanganan bibit cabutan :

Berikut ini kami sampaikan beberapa langkah/tindakan dalam penanganan bibit gaharau jenis Aquilaria malaccensis yang berasal dari cabutan alam,sehingga diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan/persentase tumbuh bibit yang diperoleh dari alam/tempat lain :

  • Pemeliharaan bibit yang berasal dari cabutan/stump harus terlebih dahulu dikondisikan dengan penyungkupan. Penggunaan sungkup dimaksudkan untuk memberikan kestabilan kelembaban, Pemeliharaan bibit tanpa penyungkupan beresiko kegagalan walaupun bedeng pemeliharaan telah diletakkan di bawah naungan sekalipun.
  • Ikuti petunjuk teknis pembuatan sungkup sebagaimana yang kami lampirkan. Sungkup terbuat dari plastic dan plastic sungkup tersebut dapat diperoleh dari toko peralatan pertanian atau toko plastic.
  • Media tanam sebaiknya merupakan campuran topsoil : kompos : pasir (2:1:1)
  • Penyiraman pertama harus betul-betul jenuh air dan penyiraman berikutnya hanya dilakukan jika media tanam terlihat kering. Dalam penyiraman tersebut dihindari membuka sungkup ukuran besar, cukup hanya dimasuki selang/lobang kecil.
  • Peletakan sungkup/bedeng pemeliharaan harus di bawah naungan tegakan (sebaiknya rindang) sehingga tidak ada sinar matahari langsung dengan intensitas tinggi dan lama. Paranet/shading net 75% diperlukan jika naungan tegakan kurang dan sebaiknya diatas sungkup diberikan lagi jerami/ pelepah daun kelapa/sawit. Periksa jika terjadi kebocoran pada sungkup.
  • Hindari membuka-tutup sungkup cukup sering. Dengan pembuatan sungkup yang tepat, kondisi di dalam sungkup akan terlihat mengembun dan tidak kering. Jika terlalu sering membuka dan menutup sungkup bibit beresiko kematian.
  • Setelah 3-4 minggu, sungkup dibuka secara bertahap, dilarang membuka sungkup sekaligus. Contoh : hari pertama dibuka 0,5 meter, hari kedua 1 meter dan seterusnya. Jika dibuka sekaligus bibit beresiko kematian.
  • Setelah dikeluarkan dalam sungkup, bibit dipeliharan dibawah naungan paranet dan sebaiknya juga di bawah tegakan agar tercipta iklim yang baik bagi pertumbuhan bibit.

Sumber : http://laksmananursery.blogspot.com

Rabu, 07 Juli 2010


Baru-baru ini kami berhasil membibitkan tanaman Gaharu jenis Aquilaria Malacensis (bersertifikat Balai Perbenihan Tanaman Hutan ) sebanyak 5000 batang bibit, diperkirakan pada bulan Oktober 2010 bibit siap tanam,kepada yang berminat silahkan menghubungi kami.
Kami juga melayani pemesanan dan pembelian dalam jumlah besar dan harga yang terjangkau.

Selasa, 06 Juli 2010

SIARAN PERS
Nomor : S.174/II/PIK-1/2008

MEMPERCEPAT PRODUKSI GAHARU DENGAN TEKNOLOGI INOKULASI

Gaharu merupakan komoditi elit hasil hutan bukan kayu yang saat ini banyak diminati oleh konsumen baik dalam maupun luar negeri. Pemanfaatan gaharu sangat bervariasi dari bahan baku pembuatan dupa, parfum, aroma terapi, sabun, body lotion, hingga bahan obat-obatan sebagai anti asmatik, anti mikrobia, stimulan kerja syaraf, dan pencernaan. Akibat dari pola pemanenan dan perdagangan yang masih mengandalkan alam, beberapa jenis tertentu pohon penghasil gaharu mulai langka dan telah masuk dalam appendix II CITES.

Mengantisipasi kemungkinan pubahnya pohon penghasil gaharu jenis-jenis langka sekaligus pemanfaatannya secara lestari. Badan Litbang Kehutanan melakukan upaya konservasi dan budidaya serta rekayasa untuk mempercepat produksi gaharu dengan teknologi induksi atau inokulasi.

Serangkaian penelitian yang dilakukan Badan Litbang Kehutanan saat ini telah menghasilkan teknik budidaya pohon penghasil gaharu dengan baik, mulai dari perbenihan, persemaian, penanaman, hingga pemeliharaannya. Sejumlah isolat jamur pembentuk gaharu hasil eksplorasi dari berbagai daerah di Indonesia telah teridentifikasi berdasar ciri morfologis. Penelitian yang dilakukan juga telah menghasilkan empat isolat jamur pembentuk gaharu yang telah teruji dan mampu membentuk infeksi gaharu dengan cepat. Inokulasi menggunakan isolat jamur tersebut telah menunjukkan tanda-tanda keberhasilan hanya dalam waktu satu bulan. Ujicoba telah dilakukan di Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Jawa Barat (Sukabumi dan Darmaga), dan Banten (Carita).

Secara teknis, garis besar tahapan rekayasa produksi gaharu dimulai dengan isolasi jamur pembentuk yang diambil dari pohon penghasil gaharu sesuai jenis dan ekologi sebaran tumbuh pohon yang dibudidayakan. Isolat tersebut kemudian diidentifikasi berdasar taksonomi dan morfologi lalu dilakukan proses skrining untuk memastikan bahwa jamur yang memberikan respon pembentukan gaharu sesuai dengan jenis pohon penghasil gaharu agar memberikan hasil optimal. Tahap selanjutnya adalah perbanyakan jamur pembentuk gaharu tadi, kemudian induksi, dan terakhir pemanenan. Untuk saat ini, produksi gaharu buatan yang dipanen pada umur 1 tahun berada pada kelas kemedangan dengan harga jual US$ 100 per kilogram.

Di pasaran dalam negeri, kualitas gaharu dikelompokkan menjadi 6 kelas mutu, yaitu Super (Super King, Super, Super AB), Tanggung, Kacangan (Kacangan A, B, dan C), Teri (Teri A, B, C, Teri Kulit A, B), Kemedangan (A, B, C) dan Suloan. Klasifikasi mutu tersebut berbeda dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang membagi mutu gaharu menjadi 3 yaitu Klas Gubal, Kemedangan, dan Klas Abu. Perbedaan klasifikasi tersebut sering merugikan pencari gaharu karena tidak didasari dengan kriteria yang jelas.

Sumber: http://www.dephut.go.id/index.php?q=id/node/3947


SIARAN PERS
Nomor : S.213/PIK-1/2008

DEPARTEMEN KEHUTANAN KEMBANGKAN TEKNOLOGI PENGHASIL GAHARU KUALITAS SUPER

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan berhasil menemukan teknologi produksi gaharu yang mampu menghasilkan gaharu dengan kualitas AB yang mempunyai harga jual tinggi. Kualitas ini masih dapat ditingkatkan apabila waktu pemanenan diperpanjang sehingga dapat menghasilkan gaharu kualitas super.

Gaharu kualitas AB tersebut dihasilkan pohon yang diinduksi selama 2 tahun. Pohon tersebut dapat menghasilkan gubal gaharu 4 kilogram kualitas AB dan 8 kilogram kualitas kemedangan. Dari hasil panen tersebut diperkirakan nilai jual sebatang pohon berusia 7 tahun yang telah diinduksi tidak kurang dari Rp 20 juta. Di pasaran dalam negeri, kualitas gaharu dikelompokkan menjadi 6 kelas mutu, yaitu Super (Super King, Super, Super AB), Tanggung, Kacangan (Kacangan A, B, dan C), Teri (Teri A, B, C, Teri Kulit A, B), Kemedangan (A, B, C) dan Suloan.

Teknologi yang dihasilkan diyakini dapat meningkatkan nilai ekonomis pohon secara signifikan yang selanjutnya dapat menjadi insentif kepada masyarakat maupun pengusaha untuk menanam dalam jumlah yang lebih besar. Badan Litbang Kehutanan telah melakukan penelitian gaharu sejak tahun 1984 dengan mencari jenis-jenis mikroba pembentuk gaharu. Hingga kini Badan Litbang telah memiliki lebih dari 20 isolat mikroba penghasil gaharu dari berbagai daerah di Indonesia, dengan 4 isolat diantaranya dipastikan memiliki kemampuan pembentuk gaharu secara konsisten.

Saat ini Puslitbang Departemen Kehutanan bersama para pembudidaya pohon gaharu di berbagai daerah telah menanam pohon penghasil gaharu tidak kurang dari 1 juta batang.

Melihat keberhasilan Indonesia dalam mengembangkan teknologi ini, International Tropical Timber Organizational (ITTO) menaruh perhatian khusus dan menjalin kerjasama untuk membantu percepatan pengembangan gaharu, baik dari segi budidaya maupun teknologi induksinya. Kerjasama ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar hutan agar mampu membudidayakan pohon penghasil gaharu sehingga tingkat kesejahteraannya dapat meningkat secara signifikan sekaligus menjadi salah satu upaya menjaga kelestarian hutan.

Sumber;http://www.dephut.go.id/